Senin, 17 September 2012

KURIKULUM


II.1 PENGERTIAN KURIKULUM
Kata “kurikulum“ berasal dari satu kata bahasa latin yang berarti “jalur pacu“, dan secara tradisional, kurikulum sekolah disajikan seperti itu (ibarat jalan) bagi kebanyakan orang (Zais, 1976 : 6). Zais (1976) mengemukakan berbagai pengertian kurikulum, yaitu :
a)      Kurikulum sebagai program pelajaran
b)      Kurikulum sebagai isi pelajaran
c)      Kurikulum sebagai pengalaman belajar yang direncanakan
d)     Kurikulum sebagai penggalaman dibawah tanggung jawab sekolah
e)      Kurikulum sebagai suatu rencana (tertulis) untuk dilaksanakan.
Dapat disimpulkan beberapa konsep – konsep kurikulum yang terdiri dari :
·         Kurikulum sebagai jalan meraih ijazah è kurikulum merupakan syarat mutlak dalam pendidikan formal, dan kurikulum merupakan jalan yang berisi sejumlah mata pelajaran/bidang studi dan isi pelajaran yang harus dilalui untuk meraih ijazah.
·         Kurikulum sebagai mata dan isi pelajaran è Schubert (1986) mengemukakan bahwa penyebutan kurikulum sama halnya dengan penyebutan mata pelajaran. ( Zais,1976 : 7 )menyebutkan bahwa isi dari pelajaran tertentu dalam program dikatakan sebagai kurikulum.
·         Kurikulum sebagai rencana kegiatan pembelajaran è winecoff (1988) mengemukakan kurikulum merupakan sebagai satu rencana yang dikembangkan untuk mendukung proses mengajar/belajar di dalam arahan dan bimbingan sekolah, akademi atau universitas dan para anggota stafnya. Alexander dan Saylor (1974) mengungkapkan bahwa kurikulum sebagai satu rancangan untuk menyediakan seperangkat kesempatan belajar agar mencapai tujuan.
·         Kurikulum sebagai hasil belajar è tanner dan tanner (1980 : 43) memandang kurikulum sebagai rekonstruksi pengetahuan dan pengalaman, yang secara sistematis dikembangkan dengan bantuan sekolah (atau universitas), agar memungkinkan siswa menambah penguasaan pengetahuan dan pengalamannya.
·         Kurikulum sebagai pengalaman belajar è istilah kurikulum didefenisikan sebagai semua pengalaman seseorang siswa yang diberikan di bawah bimbingan sekolah (tanner dan tanner, 1980 : 14). Sedangkan Krug (1956 dalam Zais 1976 : 8) menunjukkan bahwa semua yang bermaksud dipakai oleh sekolah untuk menyediakan kesempatan – kesempatan bagi siswa memperoleh pengalaman – pengalaman belajar yg diperlukan sekali adalah kurikulum. Dengan demikian kurikulum sebagai pengalaman belajar mencangkup pula tugas – tugas belajar yang diberikan oleh guru utk dikerjakan sisiwa dirumah.
Dalam UU Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1989 Pasal 1 (9) menyebutkan bahwa : “kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar. (Depdikbud, 1989 : 3)
II.2 LANDASAN PENGEMBANGAN KURIKULUM
Kurikulum merupakan wahana belajar – mengajar yang dinamis sehingga perlu dinilai dan dikembangkan secara terus – menerus dan berkelanjutan sesuai dengan perkembangan yang ada didalam masyarakat. (Depdikbud, 1986 : 1)
Bondi dan Wiles (1989 : 87) mengemukakan bahwa pwngembangan kurikulum yang terbaik adalah proses yang meliputi banyak hal yakni :
1)      Kemudahan – kemudahan suatu analisis tujuan
2)      Rancangan suatu program
3)      Penerapan serangkaian pengalaman yang berhubungan
4)      Peralatan dalam evaluasi proses ini.
Pengembangan kurikulum adalah suatu perbuatan kompleks yang mencakup berbagai jenis keputusan. (Taba, 1962 : 6). Pengembangan kurikulum adalah proses atau kegiatan yang sengaja dan dipikirkan untuk menghasilkan sebuah kurikulum sebagai pedoman dalam proses dan penyelenggaraan pembelajaran oleh guru di Sekolah. Seller dan Miller (1985) mengatakan dahwa proses pengembangan kurikulum adalah rangkaian kegiatan yang dilakukuan secara terus-menerus.
Pengembangan kurikulum mengacu pada tiga unsur, yaitu :
ü  Nilai dasar yang merupakan falsafah dalam pendidikaan manusia seutuhnya.
ü  Fakta empirik yang tercermin dari pelaksanaan kurikulum, baik berdasarkan penilaian kurikulum, studi, maupun survei lainnya.
ü  Landasan teori yang menjadi arahan pengembangan dan kerangka penyorotnya (Depdikbud, 1986 : 1).
Pengembangan kurikulum adalah istilah yang komprehensif, didalamnya mencakup: perencanaan, penerapan dan evaluasi. Perencanaan kurikulum adalah langkah awal membangun kurikulum ketika pekerja kurikulum membuat keputusan dan mengambil tindakan untuk menghasilkan perencanaan yang akan digunakan oleh guru dan peserta didik. Penerapan Kurikulum atau biasa disebut juga implementasi kurikulum berusaha mentransfer perencanaan kurikulum ke dalam tindakan operasional. Evaluasi kurikulum merupakan tahap akhir dari pengembangan kurikulum untuk menentukan seberapa besar hasil-hasil pembelajaran, tingkat ketercapaian program-program yang telah direncanakan, dan hasil-hasil kurikulum itu sendiri. Dalam pengembangan kurikulum, tidak hanya melibatkan orang yang terkait langsung dengan dunia pendidikan saja, namun di dalamnya melibatkan banyak orang, seperti : politikus, pengusaha, orang tua peserta didik, serta unsur – unsur masyarakat lainnya yang merasa berkepentingan dengan pendidikan.
Landasan pengembangan kurikulum yaitu :
a)      Landasan Filosofis è adalah hakikat realitas, ilmu pengetahuan, system nilai, nilai kebaikan, keindahan, dan hakikat pikiran yang ada dalam masyarakat. Untuk landasan filosofis pengembangan kurikulum diindonesia yaitu nilai dasae yang merupakan falsafah dalam pendidikan manusia seutuhnya yakni Pancasila.
b)      Landasan Sosial – Budaya – Agama è masyarakat adalah suatu kelompok individu – individu yang diorganisasikan mereka sendiri kedalam kelompok – kelompok berbeda (Zais, 1976 : 157 ; Raka Joni, 1983 : 5). Kebersamaan individu – individu dalam masyarakat diikat dan terikat oleh nilai – nilai individu yang menjadi pegangan hidup dalam interaksi diantara mereka. Nilai – nilai keagamaan berhubungan erat dengan kepercayaan masyarakat terhadap ajaran – ajaran dan nilai – nilai agama yang mereka anut.
Nilai sosial-budaya masyarakat bersumber pada hasil karya akal budi manusia, sehingga dalam menerima, menyebarluaskan, melestarikan dan atau melepaskannya manusia menggunakan akalnya. Untuk melaksanakan penerimaan, penyebarluasan, pelestarian, atau penolakan dan pelepasan nilai- nilai social-budaya-agama, maka masyarakat memanfaatkan pendidikan yang dirancang melalui kurikulum.
c)      Landasan Ilmu Pengetahuan Teknologi dan Seni è pendidikan merupakan usaha penyiapan subjek didik (siswa) menghadapi lingkungan hidup yang mengalami perubahan semakin pesat (Raka Joni, 1983 : 25). Nilai yang ada dalam masyarakat untuk dikembangkan melalui proses pendidikan ada tiga yaitu : (1) pikiran (logika), (2) perasaan (estetika), dan (3) kemauan (etika).
Ilmu pengetahuan dan teknologi adalah nilai – nilai yang bersumber pada pikiran atau logika, sedangkan seni bersumber pada perasaan atau estetika. Mengingat pendidikan merupakan upaya penyiapan siswa menghadapi perubahan yang semakin pesat, termasuk didalamnya perubahan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni, maka pengembangan kurikulum haruslah berlandaskan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni (ipteks). Nana Sy. Sukmadinata (1988 : 82) mengemukakan bahwa pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi secara langsung akan menjadi isi atau materi pendidikan.
d)     Landasan Kebutuhan Masyarakat è pengembangan kurikulum juga harus ditekankan pada pengembangan individu yang mencakup keterkaitannya dengan lingkungan social setempat (Sumantri, 1988 : 77). Landasan pengembangan kurikulum adalah kebutuhan masyarakat yang dilayani melalui kurikulum yang dikembangkan.
e)      Landasan Perkembangan Masyarakat è masyarakat selalu berkembang, perkembangan tersebut dipengaruhi oleh falsafah hidup, nilai – nilai ipteks, dan kebutuhan yang ada dalam masyarakat. Falsafah hidup akan mengarahkan perkembangan masyarakat, nilai-nilai social budaya agama akan merupakan penyaringan nilai-nilai lain yang menghambat perkembangan masyarakat.
Untuk menciptakan proses pendidikan yang sesuai dengan perkembangan masyarakat maka diperlukan rancangannya berupa kurikulum yang landasan pengembangannya berupa pengembangan masyarakat itu sendiri.

II.3 KOMPONEN KURIKULUM
Sukmadinata (1988 : 110) mengemukakan empan komponen dari anatomi tubuh kurikulum yang utama adalah tujuan, isi atau materi, proses atau system penyampaian, serta evaluasi.
Herrick (1950 dalam Taba, 1962 : 425) mengemukakan 4 elemen, yakni :
1.      Tujuan
à Tujuan sebagai sebuah komponen kurikulum merupakan kekuatan – kekuatan fundamental yang peka sekali, karena hasil kurikuler yang diinginkan tidak hanya sangat mempengaruhi bentuk kurikulum, tetapi memberikan arah dan fokus untuk seluruh program pendidikan (Zais, 1976 : 297).
Hierarki vertical tujuan kurikulum di indonesia urutannya adalah :
a)      Tujuan Pendidikan Nasional à merupakan tujuan kurikulum yang tertinggi yang bersumber pada falsafah bangsa (Pancasila) dan kebutuhan masyarakat tertuang dalam GBHN dan UU-SPN.
b)      Tujuan Kelembagaan (tujuan institusional) à merupakan tujuan yang menjabarkan tujuan pendidikan nasional, bersumber pada tujuan tiap jenjang pendidikan dalam UU SPN, karakteristik lembaga, dan kebutuhan masyarakat.
c)      Tujuan Kurikuler à atau tujuan mata pelajaran/bidang studi dijabarkan dari tujuan kelembagaan, bersumber pada karakteristik mata pelajaran/bidang studi, karakteristik lembaga, dan kebutuhan masyarakat.
d)      Tujuan Pengajaran à suatu tujuan yang menjabarkan tujuan kurikuler dan bersumber pada karakteristik mata pelajaran/bidang studi dan karakteristik siswa.
Tabel 1 : sistematika Hierarki Tujuan Kurikulum di Indonesia
No
Jenjang Tujuan
Dokumen
Penanggung jawab
1
Tujuan Pendidikan
UU SPN & GBHN
Menteri Dikbud
2
Tujuan Kelembagaan
Kurikulum Tiap Lembaga
Kepala Sekolah
3
Tujuan Kurikuler
G B P P
Guru mata pelajaran/bidang studi atau kelas
4
Tujuan Pengajaran
GBPP & Rancangan Pembelajaran
Guru mata pelajaran/bidang studi atau kelas

2.      Materi atau Pengalaman
è Isi atau materi kurikulum adalah semua pengetahuan, keterampilan, nilai – nilai, dan sikap yang terorganisasi dalam mata pelajaran/bidang studi. Sedangkn  pengalaman belajar adalah sebagai kegiatan belajar tentang atau belajar bagaimana disiplin berpikir dari suatu disiplin ilmu.
3.      Organisasi
è Kurikulum merupakan suatu rencana untuk belajar maka isi dan pengalaman belajar membutuhkan pengorganisasian sedemikian rupa sehingga berguna bagi tujuan-tujuan pendidikan (Taba, 1962:290) . berdasarkan pendapat tersebut, jelas bahwa materi dan pengalamn belajar dalam kurikulum di organisasikan untuk mengefektifkan pencapaian tujuan. Pengorganisasian kurikulum merupakan kegiatan yang sulit dan kompleks di karenakan kegiatan tersebut bertalian dengan aplikasi semua pengetahuan yang ada tentang pertumbuhan dan perkembangan peserta didik, dan masalah proses pembelajaran (Sumantri,1988:23).   
4.      Evaluasi
è Evaluasi di tujukan untuk melakukan evaluasi terhadap belajar siswa (hasil dan proses) maupun keefektifan kurikulum dan pembelajaran. Zais (1976:378) mengemukakan evaluasi kurikulum merupakan suatu usaha sangat besar yang kompleks yang mencoba menantang untuk mengkodifikasi proses salah satu dari istilah sekuensi atau komponen-komponen.sebagai komponen kurikulum, evaluasi merupakan bagian integral dari kurikulum.kegiatan evaluasi akan memberikan informasi dan data tentang perkembangan belajar siswa maupun keefektifan kurikulum dan pembelajaran, sehingga dapat dibuat keputusan-keputusan pembelajaran dan pendidikan secara tepat.
II.4  PRINSIP – PRINSIP KURIKULUM
Prinsip-prinsip yang akan digunakan dalam kegiatan pengembangan kurikulum pada dasarnya merupakan kaidah-kaidah atau hukum yang akan menjiwai suatu kurikulum. Dalam pengembangan kurikulum, dapat menggunakan prinsip-prinsip yang telah berkembang dalam kehidupan sehari-hari atau justru menciptakan sendiri prinsip-prinsip baru. Oleh karena itu, dalam implementasi kurikulum di suatu lembaga pendidikan sangat mungkin terjadi penggunaan prinsip-prinsip yang berbeda dengan kurikulum yang digunakan di lembaga pendidikan lainnya, sehingga akan ditemukan banyak sekali prinsip-prinsip yang digunakan dalam suatu pengembangan kurikulum. Dalam hal ini, Nana Syaodih Sukmadinata (1997) mengetengahkan prinsip-prinsip pengembangan kurikulum yang dibagi ke dalam dua kelompok : (1) prinsip – prinsip umum : relevansi, fleksibilitas, kontinuitas, praktis, dan efektivitas; (2) prinsip-prinsip khusus : prinsip berkenaan dengan tujuan pendidikan, prinsip berkenaan dengan pemilihan isi pendidikan, prinsip berkenaan dengan pemilihan proses belajar mengajar, prinsip berkenaan dengan pemilihan media dan alat pelajaran, dan prinsip berkenaan dengan pemilihan kegiatan penilaian. Sedangkan Asep Herry Hernawan dkk (2002) mengemukakan lima prinsip dalam pengembangan kurikulum, yaitu :
1. Prinsip relevansi; secara internal bahwa kurikulum memiliki relevansi di antara komponen-komponen kurikulum (tujuan, bahan, strategi, organisasi dan evaluasi). Sedangkan secara eksternal bahwa komponen-komponen tersebutmemiliki relevansi dengan tuntutan ilmu pengetahuan dan teknologi (relevansi epistomologis), tuntutan dan potensi peserta didik (relevansi psikologis) serta tuntutan dan kebutuhan perkembangan masyarakat (relevansi sosilogis).
2. Prinsip fleksibilitas; dalam pengembangan kurikulum mengusahakan agar yang dihasilkan memiliki sifat luwes, lentur dan fleksibel dalam pelaksanaannya, memungkinkan terjadinya penyesuaian-penyesuaian berdasarkan situasi dan kondisi tempat dan waktu yang selalu berkembang, serta kemampuan dan latar bekang peserta didik.
3. Prinsip kontinuitas; yakni adanya kesinambungandalam kurikulum, baik secara vertikal, maupun secara horizontal. Pengalaman-pengalaman belajar yang disediakan kurikulum harus memperhatikan kesinambungan, baik yang di dalam tingkat kelas, antar jenjang pendidikan, maupun antara jenjang pendidikan dengan jenis pekerjaan.
4. Prinsip efisiensi; yakni mengusahakan agar dalam pengembangan kurikulum dapat mendayagunakan waktu, biaya, dan sumber-sumber lain yang ada secara optimal, cermat dan tepat sehingga hasilnya memadai.
5. Prinsip efektivitas; yakni mengusahakan agar kegiatan pengembangan kurikulum mencapai tujuan tanpa kegiatan yang mubazir, baik secara kualitas maupun kuantitas.
Dari berbagai prinsip perkembangan kurikulum terdapat 3 prinsip Yaitu :
a)      Prinsip relevansi à relevansi berarti sesuai antara komponen tujuan, isi atau pengalaman belajar,organisasi,dan evaluasi kurikulum,dan juga sesuai dengan kebutuhan masyarakat baik dalam pemenuhan tenaga kerja maupun warga masyarakat yang di idealkan. Nana Sy. Sukmadinata (1988:167-168) membedakan relevansi menjadi 2 macam yaitu :
·         Relevansi ke luar à maksudnya tujuan, isi,dan proses belajar yang tercakup dalam kurikulum hendaknya relevan dengan tuntutan, kebutuhan,dan perkembangan masyarakat.
·         Relevansi ke dalam à terjalin relevansi di antara komponen – komponen kurikulum, tujuan, isi, dan proses penyampaian, dan evaluasi.
b)      Prinsip kontinuitas à  prinsip kontinuitas atau berkesinambungan menghendaki pengembangan kurikulum yang berkesinambungan secara vertikal dan horizontal.
Ø  Berkesinambungan secara vertikal = menuntut adanya kerja sama antara pengembangan kurikulum jenjang pendidikan dasar, jenjang pendidikan menengah, dan jenjang pendidikan  tinggi (Nana Sy. Sukmadinata (1988 :  168).
Ø  Berkesinambungan secara horizontal = pengembangan kurikulum jenjang pendidikan dan tingkat/kelas yang sama tidak terputus-putus dan merupakan pengembangan yang terpadu.
c)      Prinsip fleksibilitas à para pengembang kurikulum harus menyadari bahwa kurikulum harus mampu disesuaikan dengan situasi dan kondisi setempat dan waktu yang selalu berkembang tanpa merombak tujuan pendidikan yang harus dicapai (Depdikbud, 1982 : 27). Prinsip ini menuntut adanya keluwesan dalam mengembangkan kurikulum tanpa mengorbankan tujuan yang hendak dicapai. Keluwesan diartikan sebagai kelenturan melakukan penyesuaian-penyesuaian komponen kurikulum dengan setiap situasi dan kondisi yang selalu berubah.
Terkait dengan pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, terdapat sejumlah prinsip-prinsip yang harus dipenuhi, yaitu :
  1. Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya. Kurikulum dikembangkan berdasarkan prinsip bahwa peserta didik memiliki posisi sentral untuk mengembangkan kompetensinya agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Untuk mendukung pencapaian tujuan tersebut pengembangan kompetensi peserta didik disesuaikan dengan potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik serta tuntutan lingkungan.
  2. Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan keragaman karakteristik peserta didik, kondisi daerah, dan jenjang serta jenis pendidikan, tanpa membedakan agama, suku, budaya dan adat istiadat, serta status sosial ekonomi dan gender. Kurikulum meliputi substansi komponen muatan wajib kurikulum, muatan lokal, dan pengembangan diri secara terpadu, serta disusun dalam keterkaitan dan kesinambungan yang bermakna dan tepat antarsubstansi.
  3. Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. Kurikulum dikembangkan atas dasar kesadaran bahwa ilmu pengetahuan, teknologi dan seni berkembang secara dinamis, dan oleh karena itu semangat dan isi kurikulum mendorong peserta didik untuk mengikuti dan memanfaatkan secara tepat perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.
  4. Relevan dengan kebutuhan kehidupan. Pengembangan kurikulum dilakukan dengan melibatkan pemangku kepentingan (stakeholders) untuk menjamin relevansi pendidikan dengan kebutuhan kehidupan, termasuk di dalamnya kehidupan kemasyarakatan, dunia usaha dan dunia kerja. Oleh karena itu, pengembangan keterampilan pribadi, keterampilan berpikir, keterampilan sosial, keterampilan akademik, dan keterampilan vokasional merupakan keniscayaan.
  5. Menyeluruh dan berkesinambungan. Substansi kurikulum mencakup keseluruhan dimensi kompetensi, bidang kajian keilmuan dan mata pelajaran yang direncanakan dan disajikan secara berkesinambungan antarsemua jenjang pendidikan.
  6. Belajar sepanjang hayat. Kurikulum diarahkan kepada proses pengembangan, pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat. Kurikulum mencerminkan keterkaitan antara unsur-unsur pendidikan formal, nonformal dan informal, dengan memperhatikan kondisi dan tuntutan lingkungan yang selalu berkembang serta arah pengembangan manusia seutuhnya.
  7. Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah. Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan kepentingan nasional dan kepentingan daerah untuk membangun kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Kepentingan nasional dan kepentingan daerah harus saling mengisi dan memberdayakan sejalan dengan motto Bhineka Tunggal Ika dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pemenuhan prinsip-prinsip di atas itulah yang membedakan antara penerapan satu Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dengan kurikulum sebelumnya, yang justru tampaknya sering kali terabaikan. Karena prinsip-prinsip itu boleh dikatakan sebagai ruh atau jiwanya kurikulum
Dalam mensikapi suatu perubahan kurikulum, banyak orang lebih terfokus hanya pada pemenuhan struktur kurikulum sebagai jasad dari kurikulum . Padahal jauh lebih penting adalah perubahan kutural (perilaku) guna memenuhi prinsip-prinsip khusus yang terkandung dalam pengembangan kurikulum.
II.5 FUNGSI KURIKULUM
Pada dasarnya kurikulum berfungsi sebagai pedoman atau acuan. Bagi guru, kurikulum berfungsi sebagai pedoman dalam melaksanakan proses pembelajaran. Bagi kepala sekolah dan pengawas, kurikulum berfungsi sebagai pedoman dalam melaksanakan supervisi atau pengawasan. Bagi orang tua,kurikulum berfungsi sebagai pedoman dalam membinbing anaknya belajar di rumah. Bagi masyarakat, kurikulum berfungsi sebagai pedoman untuk memberikan bantuan bagi terselenggaranya proses pendidikan di sekolah. Sedangkan bagi siswa, kuriklum berfungsi sebagai suatu pedoman belajar.
Berkaitan dengan fungsi kurikulum bagi siswa sebagai subjek didik, terdapat enam fungsi kurikulum, yaitu :
  1. Fungsi Penyesuaian è Fungsi penyesuaian mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat pendidikan harus mampu mengarahkan siswa agar memiliki sifat well adjusted yang mampu menyesuaikan dirinya dengan lingkungan, baik lingkungan fisik maupun lingkungan social. Lingkungan itu sendiri senantiasa mengalami perubahan dan bersifat dinamis. Oleh karena itu, siswa pun harus memiliki kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi di lingkungannya.
  2. Fungsi Integrasi è Fungsi integrasi mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat pendidikan harus mampu menghasilkan pribadi-pribadi yang utuh. Siswa pada dasarnya merupakan anggota dan bagian integral dari masyarakat. Oleh karena itu, siswa harus memiliki kepribadian yang dibutuhkan untuk dapat hidup dan berintegrasi dengan masyarakatnya.
  3. Fungsi Diferensiasi è Fungsi diferensiasi mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat pendidikan harus mampu memberikan pelayanan terhadap perbedaan individu siswa. Setiap siswa memiliki perbedaan, baik dari aspek fisik maupun psikis yang harus dihargai dan dilayani dengan baik.
  4. Fungsi Persiapan è Fungsi persiapan mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat pendidikan harus mampu mempersiapkan siswa untuk melanjutkan studi ke jenjang pendidikan berikutnya. Selain itu, kurikulum juga diharapkan dapat mempersiapkan siswa untuk dapat hidup dalam masyarakat seandainya sesuatu hal, tidak dapat melanjutkan pendidikannya.
  5. Fungsi Pemilihan è Fungsi pemilihan mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat pendidikan harus mampu membarikan kesempatan kepada siswa untuk memilih program-program belajar yang sesuai dengan kemapuan dan minatnya. Fungsi pemilihan ini sangat erat hubungannya dengan fungsi diferensiasi, karena pengakuan atas adanya perbedaan individual siswa berarti pula diberinya kesempatan bagi siswa tersebut untuk memilih apa yang sesuai dengan minat dan kemampuannya. Untuk mewujudkan kedua fungsi tersebut, kurikulum perlu disusun secara lebih luas dan bersifat fleksibel.
  6. Fungsi Diagnostik è Fungsi diagnostic mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat pendidikan harus mampu membantu dan mengarahkan siswa untuk dapat memahami dan menerima kekuatan (potensi) dan kelemahan yang dimilikinya. Apabila siswa sudah mampu memahami kekuatan-kekuatan dan kelemahan-kelemahan yang ada pada dirinya, maka diharapkan siswa dapat mengambangkan sendiri kekuatan yang dimilikinya atau memperbaiki kelemahan-kelemahannya.
Menurut Hendyat Soetopo Wasty Soemanto, kurikulum dapat di jelaskan ke dalam beberapa kepentingan dan fungsi :

a. Fungsi kurikulum dalam mencapai tujuan pendidikan = Kurikulum merupakan sebuah media untuk mencapai tujuan-tujuan pendidikan yang ingin di capai,oleh karena itu,fungsi kurikulum adalah sebagai alat atau media untuk mencapai tujuan pendidikan.
b. Fungsi kurikulum bagi perkembangan siswa = Sebagai organisasi belajar ( lerning organsatior ) yang tersusun dengan cermat,kurikulum selalu di siapkan dan di rancangbagi siswa sebagai salah satu aspek yang akan di konsumsi siswa. Oleh karena itu, merancang kurikulumakan amat penting artinya bagi upaya pembentukan dan pembinaan karakter siswa agar mereka mandiri dan menjadi sosok yang yang bermanfaat bagi dirinya dan masyarakat.
c. Fungsi kurikulum bagi para pendidik = Bagi pendidik, kurikulum memegang peranan penting yang berfungsi sebagai:
- Pedoman kerja dalammenyusun dan mengorganisirpengalaman belajar siswa.
- Pedoman untuk mengadakan evaluasi terhadap tingkat perkembangan siswa dalam kerangka
menyerap sejumlah pengetahuan sebagai pengalaman bagi mereka.
- Pedoman dalam megatur kegiatan pendidikan dan pembelajaran.
d. Fungsi kurikulum bagi pimpinan
ü  Sebagai pedoman dalam mengadakan fungsi supervise, yakni memperbaiki situasi belajar
agar lebih kondusif.
ü  Sebagai pedoman dalam melaksanakan fungsi supervise dalam menciptakan situasi belajar yang menunjang situasi belajar siswa kea rah yang lebih baik.
ü  Sebagai pedoman dalam melaksanakan fungsi supervisi dalam memberikan bantuan kepada para guru dalam menjalankan tugas kependidikan mereka.
ü  Sebagai seorang administrator maka kurikulum dapat di jadikan pedoman dalam
mengembangkan kurikulum pada tahap selanjutnya.
ü  Sebagai acuan bagi pelaksanan evaluasi agar proses belajar mengajar dapat lebih baik.
e. Fungsi kurikulum bagi orangtua siswa = Kurikulum memiliki fungsi yang amat besar bagi orang tua mereka dapat berperan serta dalam membantuh sekolah melakukan pembinaan terhadap putra putri mereka.Dengan mengacuh pada kurikulum sekolah di mana anak-anak mereka di bina, maka orang tua dapat memantau perkembangan informasi yang di serap anak mereka.
f. Fungsi kurikulum pada sekolah tingkat atas = Kurikulum pada tingkat sekolah yang lebih rendah akan sangatberkait, dengan upaya perancangan kurikulum pada tingkat pendidikan selanjutnya. Pengelola sekolah setingkat SLTA misalnya, akan selalu mengacu pada rumusan kurikulum pada tingkat SLTP dalam perancangannya.Dengan kata lain, kesinambungan dan keterkaitan antara tingkatan pendidikan tadi dari sisi korelasi keilmuwan harus sinergis dalam rumusan kurikulum.
g. Fungsi kurikulum pada masyarakat = Masyarakat dapat mengacu pada kurikulum yang di tetapkan lembaga pendidikan, untuk kepentingan memberikan bantuan guna memperlancar pelaksanaan program pendidikan yang membutuhkan kerjasama dengan pihak masyarakat. Masyarakat dapat memberiukan kritik dan saran yang konstruktif dalam penyempurnaan program pendidikan di sekolah agar lebih serasi dengan kebutuhan masyarakat dan kerja.

II.6 FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEBERHASILAN PENGEMBANGAN KURIKULUM
Dalam pengembanga kurikulum terdapat dua proses utama yakni pengembangan pedoman kurikulum dan pengembangan pedoman Instruksional.
1.        Pedoman kurikulum meliputi:
Latar belakang yang berisi rumusan falsafah dan tujuan lembaga pendidikan,populasi yang menjadi sasaran,raional idang studi atau mata kulyah,struktur organisasi bahan belajar.
Silabus yang berisi mata pelajaran secara lebih terperinci yag di berikan yakni scope (ruang lingkup) dan urutan penyajiannya.
Desain evaluasi termasuk strategi revisi atau perbaikan kurikulum mengenai: bahan pelajaran dan organisasi bahan dan strategi instruksionalya.
2.        Pedoman instuksional untuk tiap mata pelajaran yang di kembangkan berdasarkan silabus. Kaitannya dengan kurikulum ada tiga faktor yang mempengaruhi pengembangan kurikulum, yaitu :
a.      Pergururan Tinggi
Dari faktor perguruan tinggi ini memberikan dua pengarauh pada kurikulum sekolah:
Diamati dari segi pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang diterapkan di perguruan tinggi umum. Pengetahunan dan teknologi banyak memberikan sumbangsih pada isi kurikulum serta proses pembelajaran. Jenis dari pengetahuan akan mempengaruhi pada isi pelajaran yang akan dikembangakan pada kurikulum. Sedangakan isi dari kurikulum yang berperan sebagai alat bantu dan media adalah perkembangan teknologi.
Dari segi pengembangan ilmu terutama untuk lembaga yang menyediakan jurusan keguruan sperti IKIP, FKIP, dan STKIP. Degan tesedianya fakultas tersebut sudah merupakan salah satu bentuk mempengaruhi pengembangan kurikulum. Terutama pada penguasaan ilmu dan potensi keguruan dari otput-output perguruan tinggi. Pengusaan keilmuan, baik ilmu pendidikan maupun ilmu bidang studi serta kemampuan mengajar dari guru-guru akan sangat mempengaruhi pengembangan dan implementasi kurikulum di sekolah. Guru-guru yang mengajar pada berbagai jenjang dan jenis sekolah yang ada dewasa ni, umumnya disiapkan oleh LPTK melalui berbagai program, yaitu program diploma dan sarjana. Pada Sekolah Dasar masih banyak guru berlatar belakang pendidikan SPG , tetapi secara berangsur-angsur mereka mengikuti peningkatan kompetensi dan kualifikasi pendidikan guru melalui program diploma dan sarjana.
b.      Masyarakat
Sekolah disini adalah bagian dari masyarakat, yakni peserta didik yang telah belajar brtahun-tahun ujung-ujungnya meraka semua akan mengabdi pada masyarakat tentunya dengan harkat martabat yang sesuasi dengan adat bermasayarkat. . Sebagai bagian dan agen masyarakat, sekolah sangat dipengaruhi oleh lingkungan masyarakat di tempat sekolah tersebut berada. Isi kurikulum hendaknya mencerminkan kondisi masyarakat penggunanya serta upaya memenuhi kebutuhan dan tuntutan mereka.
Masyarakat yang ada di sekitar sekolah mungkin merupakan masyarakat yang homogen atau heterogen. Sekolah berkewajiban menyerap dan melayani aspirasi-aspirasi yang ada di masyarakat. Salah satu kekuatan yang ada dalam masyarakat adalah dunia usaha. Perkembangan dunia usaha yang ada di masyarkat akan mempengaruhi pengembangan kurikulum. Hal ini karena sekolah tidak hanya sekedar mempersiapkan anak untuk selesai sekolah, tetapi juga untuk dapat hidup, bekerja, dan berusaha. Jenis pekerjaan yang ada di masyarakat berimplikasi pada kurikulum yang dikembangkan dan digunakan sekolah.
c.       Sistem Nilai
Dalam kehidupan bermasyarakat terdapat sistem nilai, baik nilai moral, keagamaan, sosial, budaya maupun nilai politis. Sekolah sebagai lembaga masyarakat juga bertangung jawab dalam pemeliharaan dan pewarisan nilai-nilai positif yang tumbuh di masyarakat
Sistem nilai yang akan dipelihara dan diteruskan tersebut harus terintegrasikan dalam kurikulum. Persoalannya bagi pengembang kurikulum ialah nilai yang ada di masyarakat itu tidak hanya satu. Masyarakat umumnya heterogen, terdiri dari berbagai kelompok etnis, kelompok vokasional, kelompok intelek, kelompok sosial, dan kelompok spritual keagamaan, yang masing-masing kelompok itu memiliki nilai khas dan tidak sama. Dalam masyarakat juga terdapat aspek-aspek sosial, ekonomi, politk, fisik, estetika, etika, religius, dan sebagainya. Aspek-aspek tersebut sering juga mengandung nilai-nilai yang berbeda.Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mengakomodasi pebagai nilai yang tumbuh di masyarakat dalam kurikulum sekolah, diantaranya :
1)      Mengetahui dan memperhatikan semua nilai yang ada dalam masyarakat
2)      Berpegang pada prinsip demokratis, etis, dan moral
3)      Berusaha menjadikan dirinya sebagai teladan yang patut ditiru
4)      Menghargai nlai-nilai kelompok lain
5)      Memahami dan menerima keragaman budaya yang ada
Hambatan-hambatan yang Mempengaruhi Pengembangan Kurikulum
            Dalam pengembangan kurikulum terdapat beberapa hambatan-hambatan antara lain:
1)      Kurangnya partisipasi guru.
2)      Datang dari masyarakat.
3)      Kurang waktu.
4)      Kekurang sesuaian pendapat (baik antara sesama guru dengan kepala sekolah dan administrator).
5)      Karena kemampuan dan pengetahuan guru sendiri.
Dalam pengembangan suatu kurikulum banyak pihak yang turut serta dalam partisipasi, yaitu administrasi pendidikan , ahli pendidikan, ahli kurikulum, ahli bidang ilmu pengetahuan, guru-guru, dan orang tua murid. Serta tokoh  masyarakat.
a. Peran para administrasi pendidikan è Peranan para administrator ditingkat  pusat dalam pengembangan kurikulum adalah menyusun dasar-dasar hokum, menyusun kerangka dasar serta program intinkuriulum. Administrator tingkat pusat bekerja sama dengan para ahli pendidikan dan ahli bidang studi di pergruan tinggi serta meminta persetujuannya terutama dalam penyusunan kurikulum.
b. Peran para ahli è Pengembangan kurikulum bukan hanya sekedar memilih dan menyusun bahan pelajaran dan metode mengajar, tetapi menyangkut dengan penentuan arah dan orientasi pendidikan, pemilihan system dan modeli kurikulum, baik model konsep, model dasain, dll.Partisipasi para ahlli pendidikan dan ahli kurukulum terutama sangat dibutuhkan dalam pengembangan kurikulum pada tingkat pusat.
c. Peranan guru è Guru memegang sangat penting di dalam perencananaan maupun pelaksanaan kurikulum, karena tanpa peran guru kurikulum tidak ada bedanya dengan perencanaan yang hanya berbentuk tulisan. Peran guru bukan hanya memberikan nilai prestasi pada murid, tetapi guru juga memberikan implimentasi kurikulum dalam lingkup yang luas. Guru juga berperan sebagai pengajar di masyarakat, sebab ia harus belajar struktur social masyarakat, nilai-nilai utama dalam masyarakat.
d.  Peranan orang tua murid è Orang tua murid juga mempunyai peranan dalam pengembangan kurikulum. Ada dua hal yaitu penyusunan dan pelaksanaan kurikulum. Dalam penyususnan kurikulum tidak semua orang tua ikut serta hanya terbatas beberapa orang tua murid.
II.7 PENYEMPURNAAN DAN PERUBAHAN KURIKULUM
A.    Perubahan Kurikulum
Konsep perubahan kurikulum adalah suatu usaha yang di sengaja. Perubahan kurikulum terjadi karena adanya perbedaan dalam satu komponen kurikulum atau lebih dalam dua periode waktu tertentu. Sebagai contoh, bila sampai tahun 1975 kurikulum Sekolah Dasar masih menggunakan sistem mata pelajaran, maka mulai tahun 1975 kurikulum tersebut telah menggunakan sistem bidang studi. Ini berarti, bahwa telah terjadi perubahan dalam organisasi kurikulum Sekolah Dasar. Jadi, perubahan kurikulum adalah suatu kegiatan atau usaha yang di sengaja untuk menghasilkan kurikulum baru secara lebih baik, yang di dasarkan atas perbedaan satu atau lebih komponen kurikulum dalam dua periode waktu yang berdekatan.
Dari definisi tersebut di atas dapat diketahui bahwa perubahan kurikulum dapat bersifat sebagian, tetapi juga dapat terjadi atau bersifat menyeluruh. Di katakan sebagian jika perubahan kurikulum tersebut hanya terjadi pada komponen kurikulum tertentu. Misalnya, perubahan metode mengajar saja, isi kurikulum saja, atau sistem penilaian saja.
B.     Pembaharuan Kurikulum
pembaharuan (inovasi) adalah usaha menemukan sesuatu yang baru dengan jalan melakukan kegiatan (usaha) dengan invention dan discoveri. Dalam kaitan ini, Ibrahim (1989) mengatakan, bahwa inovasi adalah penemuan yang berupa suatu ide, barang, kejadian, metode, yang diamati sebagai suatu hal yang baru bagi seseorang atau sekelompok orang (masyarakat).
Dari pengertian di atas dapat dikatakan, bahwa pembaharuan (inovasi) kurikulum adalah suatu gagasan atau praktek kurikulum baru dengan mengadopsi bagian-bagian yang potensial dari kurikulum tersebut dengan tujuan  memecahkan  masalah atau mencapai tujuan tertentu. Dengan kata lain, pembaharuan itu diajukan berkenaan dengan ide dan teknis pada skala yang terbatas. Pembaharuan selalu berkaitan dengan masalah kreasi dan atau penciptaan sesuatu yang baru dan menuju ke arah yang lebih baik.
C.    Penerapan Kurikulum
Penerapan adalah pemasangan, pengenaan; perihal mempraktikkan. (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1988 : 935). Penerapan kurikulum adalah  upaya mempraktikkan seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Atau lebih tegasnya penerapan kurikulum adalah mentransformasikan program pendidikan kepada siswa dalam proses pembelajaran.
D.    Pembinaan Kurikulum
Sedangkankan pembinaan kurikulum adalah kegiatan mempertahankan dan menjaga pelaksanaan kurikulum yang ada dengan maksut untuk mencapai hasil yang lebih baik.
Pembinaan kurikulum adalah menjaga dan mempertahankan agar pelaksanaan kurikulum sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan dalam kurikulum ideal atau potensial, dengan kata lain upaya menyesuaikan kurikulum aktual dengan kurikulum potensial sehingga tidak terjadi kesenjangan.
E.     Pengembangan Kurikulum
Pengembangan kurikulum adalah proses yang mengaitkan satu komponen kurikulum dengan lainya untuk menghasilkan kurikulum yang lebih baik. Pengembangan kurikulum adalah upaya meningkatkan dalam bentuk nilai tambah dari apa yang telah dilaksanakan sesuai dengan kurikulum potensial dan merupakan tahap lanjutan dari kegiatan pembinaan.
Caswell mengartikan pengembangan kurikulum sebagai alat untuk membantu guru dalam melakukan tugas mengajarkan bahan, menarik minat murid dan memenuhi kebutuhan masyarakat. Sementara Beane, Toefer, dan Allesia menyatakan bahwa perencanaan atau pengembangan kurikulum adalah suatu proses di mana partisipasi pada berbagai tingkat dalam membuat keputusan tentang tujuan, tentang bagaimana tujuan di realisasikan melalui proses belajar mengajar dan apakah tujuan dan alat itu serasi dan efektif. Sedangkan menurut Oemar Hamalik pengembangan kurikulum adalah suatu proses perencanaan kurikulum agar menghasilkan rencana kurikulum yang luas dan spesifik.
F.     Penyempurnaan Kurikulum
Sebelum mengupas tentang konsep penyempurnaan kurikulum, Kami mencoba mengetengahkan tentang prinsip penyempurnaan kurikulum. Prinsip penyempurnaan kurikulum, yaitu:
·         Penyesuaikan kurikulum dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta tuntutan kebutuhan masyarakat.
·         Dilakukan untuk mendapatkan proporsi yang tepat antara tujuan yang ingin dicapai dengan beban belajar, potensi siswa, dan keadaan lingkungan serta sarana pendukungnya
·         Untuk memperoleh kebenaran substansi materi pelajaran dan kesesuaian dengan tingkat perkembangan siswa.
·         Mempertimbangkan berbagai aspek terkait, seperti tujuan materi, pembelajaran, evaluasi, dan sarana/prasarana termasuk buku pelajaran.
·         Tidak mempersulit guru dalam mengimplementasikannya dan tetap dapat menggunakan buku pelajaran dan sarana prasarana pendidikan lainnya yang tersedia di sekolah.
Jadi penyempurnaan kurikulum adalah upaya menyesuaikan kurikulum dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta tuntutan kebutuhan masyarakat untuk mendapatkan proporsi yang tepat antara tujuan yang ingin dicapai dengan beban belajar, potensi siswa, dan keadaan lingkungan serta sarana pendukungnya di samping juga untuk memperoleh kebenaran substansi materi pelajaran dan kesesuaian dengan tingkat perkembangan siswa.
Atau lebih tepatnya penyempurnaan kurikulum adalah upaya menyesuaikan kurikulum dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk memperoleh kebenaran substansi materi pelajaran dan kesesuaian dengan tingkat perkembangan siswa. Sebagai contoh kurikulum 1994 dibuat sebagai penyempurnaan kurikulum 1984 dan dilaksanakan sesuai dengan Undang-Undang no. 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

SEJARAH KURIKULUM
pendidikan di negeri tercinta Indonesia. Salah satu konsep terpenting untuk maju adalah “melakukan perubahan”, tentu yang kita harapkan adalah perubahan untuk menuju keperbaikan dan sebuah perubahan selalu di sertai dengan konsekuensi-konsekuensi yang sudah selayaknya di pertimbangkan agar tumbuh kebijakan bijaksana. Ini adalah perkembangan Kurikulum Pendidikan Kita:
1. Tahun 1947 – Leer Plan (Rencana Pelajaran)
Kurikulum pertama yang lahir pada masa kemerdekaan memakai istilah leer plan yang artinya rencana pelajaran. Kurikulum ini lebih bersifat politis dimana terdapat perubahan orientasi pendidikan Belanda ke kepentingan nasional. Sejumlah kalangan menyebut sejarah perkembangan kurikulum diawali dari Kurikulum 1950 karena Leer Plan 1947 baru mulai digunakan pada tahun 1950. Bentuknya memuat dua hal pokok: daftar mata pelajaran dan jam pengajarannya, plus garis-garis besar pengajaran. Rencana Pelajaran 1947 memberikan  keutamaan pendidikan watak, kesadaran bernegara dan bermasyarakat, materi pelajaran dihubungkan dengan kejadian sehari-hari, perhatian terhadap kesenian dan pendidikan jasmani.
2. Tahun 1952 - Rencana Pelajaran Terurai
Kurikulum ini lebih merinci setiap mata pelajaran yang disebut Rencana Pelajaran Terurai 1952. “Silabus mata pelajarannya jelas sekali. seorang guru mengajar satu mata pelajaran,” kata Djauzak Ahmad, Direktur Pendidikan Dasar Depdiknas periode 1991-1995. Ketika itu, di usia 16 tahun Djauzak adalah guru SD Tambelan dan Tanjung Pinang, Riau.
Di penghujung era Presiden Soekarno, muncul Rencana Pendidikan 1964 atau Kurikulum 1964. Fokusnya pada pengembangan daya cipta, rasa, karsa, karya, dan moral (Pancawardhana). Mata pelajaran diklasifikasikan dalam lima kelompok bidang studi: moral, kecerdasan, emosional/artistik, keprigelan (keterampilan), dan jasmaniah. Pendidikan dasar lebih menekankan pada pengetahuan dan kegiatan fungsional praktis.
3. Tahun 1964 - Rentjana Pendidikan
Pemerintah kembali menyempurnakan sistem kurikulum di Indonesia. Kali ini diberi nama Rentjana Pendidikan 1964. Pokok-pokok pikiran kurikulum 1964 yang menjadi ciri dari kurikulum ini adalah: bahwa pemerintah mempunyai keinginan agar rakyat mendapat pengetahuan akademik untuk pembekalan pada jenjang SD, sehingga pembelajaran dipusatkan pada program Pancawardhana (Hamalik, 2004), yaitu pengembangan moral, kecerdasan, emosional/artistik, keprigelan, dan jasmani.
4. Tahun 1968 - Kurikulum 1968
Kurikulum 1968 merupakan pembaharuan dari Kurikulum 1964, yaitu dilakukannya perubahan struktur kurikulum pendidikan dari Pancawardhana menjadi pembinaan jiwa pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Kurikulum 1968 merupakan perwujudan dari perubahan orientasi pada pelaksanaan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Kurikulum ini merupakan kurikulum terintegrasi pertama. Beberapa mata pelajaran, seperti Sejarah, Ilmu Bumi, dan beberapa cabang ilmu sosial mengalami fusi menjadi Ilmu Pengetahuan Sosial. Beberapa mata pelajaran, seperti Ilmu Hayat, Ilmu Alam, dan sebagainya mengalami fusi menjadi Ilmu Pengetahun Alam (IPS) atau yang sekarang sering disebut Sains.
Kelahiran Kurikulum 1968 bersifat politis: mengganti Rentjana Pendidikan 1964 yang dicitrakan sebagai produk Orde Lama. Tujuannya pada pembentukan manusia Pancasila sejati. Kurikulum 1968 menekankan pendekatan organisasi materi pelajaran: kelompok pembinaan Pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Jumlah pelajarannya 9.
5. Tahun 1975 - Kurikulum 1975
Kurikulum 1975 menekankan pada tujuan, agar pendidikan lebih efisien dan efektif. “Yang melatarbelakangi adalah pengaruh konsep di bidang manejemen, yaitu MBO (management by objective) yang terkenal saat itu,” kata Drs. Mudjito, Ak, MSi, Direktur Pembinaan TK dan SD Depdiknas.
Metode, materi, dan tujuan pengajaran dirinci dalam Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI). Zaman ini dikenal istilah “satuan pelajaran”, yaitu rencana pelajaran setiap satuan bahasan. Setiap satuan pelajaran dirinci lagi: petunjuk umum, tujuan instruksional khusus (TIK), materi pelajaran, alat pelajaran, kegiatan belajar-mengajar, dan evaluasi. Pada Kurikulum 1975 guru dibuat sibuk dengan berbagai catatan kegiatan belajar mengajar.
6. Tahun 1984 - Kurikulum 1984
Kurikulum 1984 mengusung process skill approach. Meski mengutamakan pendekatan proses, tapi faktor tujuan tetap penting. Kurikulum ini juga sering disebut “Kurikulum 1975 yang disempurnakan”. Posisi siswa ditempatkan sebagai subjek belajar. Dari mengamati sesuatu, mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan. Model ini disebut Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) atau Student Active Leaming (SAL).
7. Tahun 1994 dan 1999 - Kurikulum 1994 dan Suplemen Kurikulum 1999
Kurikulum 1994 lebih pada upaya memadukan kurikulum-kurikulum sebelumnya yaitu mengkombinasikan antara  Kurikulum 1975 yang berorientasi tujuan dan pendekatan proses yang dimiliki Kurikulum 1984. Beban belajar siswa dinilai terlalu berat. Dari muatan nasional hingga lokal. Materi muatan lokal disesuaikan dengan kebutuhan daerah masing-masing, misalnya bahasa daerah kesenian, keterampilan daerah, dan lain-lain. Berbagai kepentingan kelompok-kelompok masyarakat juga mendesakkan agar isu-isu tertentu masuk dalam kurikulum sehingga Kurikulum 1994 menjelma menjadi kurikulum super padat. Kejatuhan rezim Soeharto pada 1998, diikuti kehadiran Suplemen Kurikulum 1999. Tapi perubahannya lebih pada merevisi dan pengurangan beban sejumlah materi.
8. Tahun 2004 – Kurikulum Berbasis Kompetensi
Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Setiap pelajaran diurai berdasar kompetensi yang harus dicapai siswa. Kurikulum ini cenderung Sentralisme Pendidikan, Kurikulum disusun oleh Tim Pusat secara rinci; Daerah/Sekolah hanya melaksanakan. Kurikulum yang tidak disahkan oleh keputusan/Peraturan Mentri Pendidikan ini mengalami banyak perubahan dibandingkan Kurikulum sebelumnya baik dari orientasi, teori-teori pembelajaran pendukungnya bahkan jumlah jam pelajaran dan durasi tiap jam pelajarannya.
Berdasarkan hal tersebut pemerintah baru menguji cobakan KBK di sejumlah sekolah kota-kota di Pulau Jawa, dan kota besar di luar Pulau Jawa saja. Hasilnya kurang memuaskan. Maka sebagian pakar pendidikan menganggap bahwa pada tahun 2004 tidak terjadi perubahan kurikulum, yang ada adalah Uji Coba Kurikulum di sebagian sekolah yang disebut dengan KBK untuk kemudian disempurnakan pada tahu 2006.
9. Tahun 2006 – Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
Awal 2006 ujicoba KBK dihentikan. Muncullah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Tinjauan dari segi isi dan proses pencapaian target kompetensi pelajaran oleh siswa hingga teknis evaluasi tidaklah banyak perbedaan dengan Kurikulum 2004. Perbedaan yang paling menonjol pada Kurikulum ini adalah lebih konstruktif sehingga guru lebih diberikan kebebasan untuk merencanakan pembelajaran sesuai dengan lingkungan dan kondisi siswa serta kondisi sekolah berada. Hal ini disebabkan karangka dasar (KD), standar kompetensi lulusan (SKL), standar kompetensi dan kompetensi dasar (SKKD) setiap mata pelajaran untuk setiap satuan pendidikan telah ditetapkan oleh Departemen Pendidikan Nasional. Jadi pengambangan perangkat pembelajaran, seperti silabus dan sistem penilaian merupakan kewenangan satuan pendidikan (sekolah) dibawah koordinasi dan supervisi pemerintah Kabupaten/Kota.
Penyebab Bertukarnya Kurikulum 2004 (KBK) - 2006 (KTSP) Dalam Waktu Yang Relatif Singkat.
Kurikulum merupakan komponen sistem pendidikan yang paling rentan terhadap perubahan. Paling tidak ada tiga faktor yang membuat kurikulum harus selalu dirubah atau diperbaharui. Pertama, karena adanya perubahan filosofi tentang manusia dan pendidikan, khususnya mengenai hakikat kebutuhan peserta didik terhadap pendidikan/pembelajaran. Kedua, cara karena cepatnya perkembangan ilmu dan teknologi, sehingga subject matter yang harus disampaikan kepada peserta didik pun semakin banyak dan beragam. Ketiga, adanya perubahan masyarakat, baik secara sosial, politik, ekonomi, mau pun daya dukung lingkungan alam, baik pada tingkat lokal maupun global. Karena adanya faktor-faktor tersebut, maka salah satu kriteria baik buruknya sebuah kurikulum bisa dilihat pada fleksibilitas dan adaptabilitasnya terhadap perubahan. Selain itu juga dilihat dari segi kemampuan mengakomodasikan isu-isu atau muatan lokal dan isu-isu global. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa pendidikan harus mampu mengantarkan peserta didik untuk hidup pada zaman mereka, serta memiliki wawasan global dan mampu berbuat sesuai dengan kebutuhan lokal. Untuk dapat menuju pada karakteristik kurikulum ideal tersebut maka proses penyusunan kurikulum tidak lagi selayaknya dilakukan oleh negara dan diberlakukan bagi seluruh satuan pendidikan tanpa melihat kondisi internal dan lingkungannya. Kurikulum hendaknya disusun dari bawah (bottom up) oleh setiap satuan pendidikan bersama dengan stakeholder masing-masing. Berdasarkan pemikiran di atas, maka pemerintah dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menegaskan kurikulum nasional bukan lagi bersifat seragam, namun merupakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Dalam proses penyusunannya satuan pendidikan diberi ruang untuk menyesuaikan kurikulum dengan kondisi sekolah, lingkungan alam dan sosial ekonomi masysrakat, dan karakteristik peserta didik.
Tabel Perbandingan Kurikulum 2004 dan 2006
ASPEK
KURIKULUM 2004
KURIKULUM 2006
1. Landasan Hukum
  • Tap MPR/GBHN Tahun 1999-2004
  • UU No. 20/1999 – Pemerintah-an Daerah
  • UU Sisdiknas No 2/1989 kemudian diganti dengan UU No. 20/2003
  • PP No. 25 Tahun 2000 tentang pembagian kewenangan
  • UU No. 20/2003 – Sisdiknas
  • PP No. 19/2005 – SPN
  • Permendiknas No. 22/2006 – Standar Isi
  • Permendiknas No. 23/2006 – Standar Kompetensi Lulusan
2. Implementasi /
Pelaksanaan
Kurikulum
  • Bukan dengan Keputusan/ Peraturan Mendiknas RI
  • Keputusan Dirjen Dikdasmen No.399a/C.C2/Kep/DS/2004 Tahun 2004.
  • Keputusan Direktur Dikme-num No. 766a/C4/MN/2003 Tahun 2003, dan No. 1247a/ C4/MN/2003 Tahun 2003.
  • Peraturan Mendiknas RI No. 24/2006 tentang Pelaksanaan Peraturan Menteri No. 22 tentang SI dan No. 23 tentang SKL
3. Ideologi Pendidik-
an yang Dianut
  • Liberalisme Pendidikan : terciptanya SDM yang cerdas, kompeten, profesional dan kompetitif
  • Liberalisme Pendidikan : terciptanya SDM yang cerdas, kompeten, profesional dan kompetitif
4. Sifat (1)
  • Cenderung Sentralisme Pendidikan : Kurikulum disusun oleh Tim Pusat secara rinci; Daerah/Sekolah hanya melaksanakan
  • Cenderung Desentralisme Pendidikan : Kerangka Dasar Kurikulum disusun oleh Tim Pusat; Daerah dan Sekolah dapat mengembangkan lebih lanjut.
5. Sifat (2)
  • Kurikulum disusun rinci oleh Tim Pusat (Ditjen Dikmenum/ Dikmenjur dan Puskur)
  • Kurikulum merupakan kerangka dasar oleh Tim BSNP
6. Pendekatan
  • Berbasis Kompetensi
  • Terdiri atas : SK, KD, MP dan Indikator Pencapaian
  • Berbasis Kompetensi
  • Hanya terdiri atas : SK dan KD. Komponen lain dikembangkan oleh guru
7. Struktur
  • Berubahan relatif banyak dibandingkan kurikulum sebelumnya (1994 suplemen 1999)
  • Ada perubahan nama mata pelajaran
  • Ada penambahan mata pelajaran (TIK) atau penggabungan mata pelajaran (KN dan PS di SD)
  • Penambahan mata pelajaran untuk Mulok dan Pengem-bangan diri untuk semua jenjang sekolah
  • Ada pengurangan mata pelajaran (Misal TIK di SD)
  • Ada perubahan nama mata pelajaran
  • KN dan IPS di SD dipisah lagi
  • Ada perubahan jumlah jam pelajaran setiap mata pelajaran
8. Beban Belajar
  • Jumlah Jam/minggu :
  • SD/MI = 26-32/minggu
  • SMP/MTs = 32/minggu
  • SMA/SMK = 38-39/minggu
  • Lama belajar per 1 JP:
  • SD = 35 menit
  • SMP = 40 menit
  • SMA/MA = 45 menit
  • Jumlah Jam/minggu :
  • SD/MI 1-3 = 27/minggu
  • SD/MI 4-6 = 32/minggu
  • SMP/MTs = 32/minggu
  • SMA/MA= 38-39/minggu
  • Lama belajar per 1 JP:
  • SD/MI = 35 menit
  • SMP/MTs = 40 menit
  • SMA/MA = 45 menit
9. Pengembangan
Kurikulum lebih
lanjut
  • Hanya sekolah yang mampu dan memenuhi syarat dapat mengembangkan KTSP.
  • Guru membuat silabus atas dasar Kurikulum Nasional dan RP/Skenario Pembelajaran
  • Semua sekolah /satuan pendidikan wajib membuat KTSP.
  • Silabus merupakan bagian tidak terpisahkan dari KTSP
  • Guru harus membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
10. Prinsip
Pengembangan
Kurikulum
  1. Keimanan, Budi Pekerti Luhur, dan Nilai-nilai Budaya
  2. Penguatan Integritas Nasional
  3. Keseimbangan Etika, Logika, Estetika, dan Kinestetika
  4. Kesamaan Memperoleh Kesempatan
  5. Perkembangan Pengetahuan dan Teknologi Informasi
  6. Pengembangan Kecakapan Hidup
  7. Belajar Sepanjang Hayat
  8. Berpusat pada Anak
  9. Pendekatan Menyeluruh dan Kemitraan
  1. Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya
  2. Beragam dan terpadu
  3. Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni
  4. Relevan dengan kebutuhan kehidupan
  5. Menyeluruh dan berkesinam-bungan
  6. Belajar sepanjang hayat
  7. Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah
11. Prinsip
Pelaksanaan
Kurikulum
Tidak terdapat prinsip pelaksanaan kurikulum
  1. Didasarkan pada potensi, perkembangan dan kondisi peserta didik untuk menguasai kompetensi yang berguna bagi dirinya.
  1. Menegakkan lima pilar belajar:
  1. belajar untuk beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME,
  2. belajar untuk memahami dan menghayati,
  3. belajar untuk mampu melaksanakan dan berbuat secara efektif,
  4. belajar untuk hidup bersama dan berguna bagi orang lain,
  5. belajar untuk membangun dan menemukan jati diri, melalui proses pembela-jaran yang efektif, aktif, kreatif & menyenangkan.
3. Memungkinkan peserta didik mendapat pelayanan perbaik-an, pengayaan, dan/atau percepatan sesuai dengan potensi, tahap perkembangan, dan kondisinya dengan memperhatikan keterpaduan pengembangan pribadi peserta didik yang berdimensi ke-Tuhanan, keindividuan, kesosialan, dan moral.
  1. Dilaksanakan dalam suasana hubungan peserta didik dan pendidik yang saling meneri-ma dan menghargai, akrab, terbuka, dan hangat, dengan prinsip tut wuri handayani, ing madia mangun karsa, ing ngarsa sung tulada
5. Menggunakan pendekatan multistrategi dan multimedia, sumber belajar dan teknologi yang memadai, dan meman-faatkan lingkungan sekitar sebagai sumber belajar.
6. Mendayagunakan kondisi alam, sosial dan budaya serta kekayaan daerah untuk keberhasilan pendidikan dengan muatan seluruh bahan kajian secara optimal.
7. Diselenggarakan dalam kese-imbangan, keterkaitan, dan kesinambungan yang cocok dan memadai antarkelas dan jenis serta jenjang pendidikan.
12. Pedoman
Pelaksanaan
Kurikulum
  1. Bahasa Pengantar
  2. Intrakurikuler
  3. Ekstrakurikuler
  4. Remedial, pengayaan, akselerasi
  5. Bimbingan & Konseling
  6. Nilai-nilai Pancasila
  7. Budi Pekerti
  8. Tenaga Kependidikan
  9. Sumber dan Sarana Belajar
  10. Tahap Pelaksanaan
  11. Pengembangan Silabus
  12. Pengelolaan Kurikulum
Tidak terdapat pedoman pelaksanaan kurikulum seperti pada Kurikulum 2004.

Menurut Anan Z. A (2008:20) Penyebab berubahnya kurikulum 2004 (KBK) ke Kurikulum KTSP adalah Penyempurnaan KBK menjadi KTSP disebabkan KBK tidak menunjukkan hasil yang signifikan karena berbagai faktor:
  1. konsep KBK belum dipahami secara benar oleh guru. (2) draft kurikulum yang terus-menerus mengalami perubahan. (3) belum adanya panduan strategi pembelajaran yang mumpuni (mayoritas masih berbasis materi), yang bisa dipakai pegangan guru ketika akan menja­lankan tugas instruksional bagi siswanya. Dengan demikian KTSP sebenarnya kurikulum berbasis kompetensi (KBK) yang telah dilaksanakan berdasarkan kurikulum 2004, hanya telah mengalami penyempurnaan dengan tujuan agar kelemahan dan kekurangan yang terdapat dalam KBK bias ditanggulangi, baik pada tataran perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.
Kelebihan dan Kekurangan KBK dan KTSP
  • Kelebihan KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan)
  1. Mendorong terwujudnya otonomi sekolah dalam menyelenggarakan pendidikan. Tidak dapat dipungkiri bahwa salah satu bentuk kegagalan pelaksanaan kurikulum di masa lalu adalah adanya penyeragaman kurikulum di seluruh Indonesia, tidak melihat kepada situasi riil di lapangan, dan kurang menghargai potensi keunggulan lokal.
  2. Mendorong para guru, kepala sekolah, dan pihak manajemen sekolah untuk semakin meningkatkan kreativitasnya dalam penyelenggaraan program-program pendidikan.
  3. KTSP sangat memungkinkan bagi setiap sekolah untuk menitikberatkan dan mengembangkan mata pelajaran tertentu yang akseptabel bagi kebutuhan siswa. Sekolah dapat menitikberatkan pada mata pelajaran tertentu yang dianggap paling dibutuhkan siswanya. Sebagai contoh daerah kawasan wisata dapat mengembangkan kepariwisataan dan bahasa inggris, sebagai keterampilan hidup.
  4. KTSP akan mengurangi beban belajar siswa yang sangat padat. Karena menurut ahli beban belajar yang berat dapat mempengaruhi perkembangan jiwa anak.
  5. KTSP memberikan peluang yang lebih luas kepada sekolah-sekolah plus untuk mengembangkan kurikulum sesuai dengan kebutuhan.
  6. Guru sebagai pengajar, pembimbing, pelatih dan pengembang kurikulum.
  7. Kurikulum sangat humanis, yaitu memberikan kesempatan kepada guru untuk mengembangkan isi/konten kurikulum sesuai dengan kondisi sekolah, kemampuan siswa dan kondisi daerahnya masing-masing.
  8. Menggunakan pendekatan kompetensi yang menekankan pada pemahaman, kemampuan atau kompetensi terutama di sekolah yang berkaitan dengan pekerjaan masyarakat sekitar.
  9. Standar kompetensi yang memperhatikan kemampuan individu, baik kemampuan, kecakapan belajar, maupun konteks social budaya.
  10. Berbasis kompetensi sehingga peserta didik berada dalam proses perkembangan yang berkelanjutan dari seluruh aspek kepribadian, sebagai pemekaran terhadap potensi-potensi bawaan sesuai dengan kesempatan belajar yang ada dan diberikan oleh lingkungan.
  11. Pengembangan kurikulum di laksanakan secara desentralisasi (pada satuan tingkat pendidikan) sehingga pemerintah dan masyarakat bersama-sama menentukan standar pendidikan yang dituangkan dalam kurikulum.
  12. Satuan pendidikan diberikan keleluasaan untyuk menyususn dan mengembangkan silabus mata pelajaran sehingga dapat mengakomodasikan potensi sekolah kebutuhan dan kemampuan peserta didik, serta kebutuhan masyarakat sekitar sekolah.
  13. Guru sebagai fasilitator yang bertugas mengkondisikan lingkungan untuk memberikan kemudahan belajar siswa.
  14. Mengembangkan ranah pengetahuan, sikap, dan ketrampilan berdasarkan pemahaman yang akan membentuk kompetensi individual.
  15. Pembelajaran yang dilakukan mendorong terjadinya kerjasama antar sekolah, masyarakat, dan dunia kerja yang membentuk kompetensi peserta didik.
  16. Evaluasi berbasis kelas yang menekankan pada proses dan hasil belajar.
  17. Berpusat pada siswa.
  18. Menggunakan berbagai sumber belajar.
  19. kegiatan pembelajaran lebih bervariasi, dinamis dan menyenangkan
Sedangkan kelemahan dari kurikulum KTSP adalah
  1. Kurangnnya SDM yang diharapkan mampu menjabarkan KTSP pada kebanyakan satuan pendidikan yang ada. Minimnya kualitas guru dan sekolah.
  2. Kurangnya ketersediaan sarana dan prasarana pendukung sebagai kelengkapan dari pelaksanaan KTSP .
  3. Masih banyak guru yang belum memahami KTSP secara komprehensif baik kosepnya, penyusunannya,maupun prakteknya di lapangan
  4. Penerapan KTSP yang merekomendasikan pengurangan jam pelajaran akan berdampak berkurangnya pendapatan guru. Sulit untuk memenuhi kewajiban mengajar 24 jam, sebagai syarat sertifikasi guru untukmendapatkan tunjangan profesi.
sedangkan KBK atau Kurikulum Berbasis Kompetensi adalah seperangkat rencana dan pengaturan tentang kompetensi  dan hasil belajar, serta pemberdayaan sumber daya pendidikan. Batasan tersebut menyiratkan bahwa KBK dikembangkan dengan tujuan agar peserta didik memperoleh kompetensi dan kecerdasan yang mumpuni dalam membangun identitas budaya dan bangsanya. Dalam arti, melalui penerapan KBK tamatan diharapkan memiliki kompetensi atau kemampuan akademik yang baik, keterampilan untuk menunjung hidup yang memadai, pengembangan moral yang terpuji, pembentukan karakter yang kuat, kebiasaan hidup yang sehat, semangat bekerja sama yang kompak dan apresiasi estetika yang tinggi terhadap dunia sekitar.
Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) atau Kurikulum 2004, adalah kurikulum dalam dunia pendidikan di Indonesia yang mulai diterapkan sejak tahun 2004 walau sudah ada sekolah yang mulai menggunakan kurikulum ini sejak sebelum diterapkannya. Secara materi, sebenarnya kurikulum ini tak berbeda dari Kurikulum 1994, perbedaannya hanya pada cara para murid belajar di kelas.
Kelebihan / Keunggulan KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi )
  1. Mengembangkan kompetensi-kompetensi siswa pada setiap aspek mata pelajaran dan bukan pada penekanan penguasaan konten mata pelajaran itu sendiri
  2. Mengembangkan pembelajaran yang berpusat pada siswa (student oriented).Siswa dapat bergerak aktif secara fisik ketika belajar dengan memanfaatkan indera seoptimal mungkin dan membuat seluruh tubuh serta pikiran terlibat dalam proses belajar.dengan demikian, siswa dapat belajar dengan bergerak dan berbuat belajar dengan berbicara, mendengar belajar dengan mengamati dan menggambarkan,serta belajar dengan memecahkan masalah dan berpikir.Pengalaman-pengalaman itu dapat diperoleh melalui kegiatan mengindera, mengingat, berpikir, merasa, berimajinasi, menyimpulkan, dan menguraikan sesuatu.Kegiatan tersebut dijabarkan melalui kegiatan mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis.
  3. Guru diberi kewenangan untuk menyusun silabus yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi di sekolah/daerah masing-masing
  4. Bentuk pelaporan hasil belajar yang memaparkan setiap aspek dari suatu mata pelajaran memudahkan evaluasi dan perbaikan terhadap kekurangan peserta didik
  5. Penilaian yang menekankan pada proses memungkinkan siswa untuk mengeksplorasi kemampuannya secara optimal, dibandingkan dengan penilaian yang terfokus pada konten.


BAB III PENUTUP
KESIMPULAN
Kurikulum meliputi perencanaan pengalaman belajar, program sebuah lembaga pendidikan yang diwujudkan dalam sebuah dokumen serta hasil dari implementasi dokumen yang telah disusun (Murray Print, 1993). Dan kurikulum sebagai sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh oleh peserta didik (Saylor,Alexander & Lewis, 1981).
Kurikulum dapat diartikan sebagai sebuah dokumen perencanaan yang berisi tentang tujuan yang harus dicapai, isi materi dan pengalaman belajar yang harus dilakukan siswa, strategi dan cara yang dapat dikembangkan, evaluasi yang dirancang untuk mengumpulkan informasi tentang pencapaian tujuan, serta implementasi dari dokumen yang dirancang dalam bentuk nyata. Dengan demikian, pengembangan kurikulum meliputi penyusunan dokumen, implementasi dokumen serta evaluai dokumen yang telah disusun.
Dari penjabaran di atas dapat disimpulkan bahwa perubahan kerikulum dari tahun ketahun menunjukkan kemajuan yang cukup baik jika diihat dari kontektual. Namun hal itu tidak seiring dengan kenyataan di lapangan. Keadaan pendidikan mulai saat perubahan kurikulum pertama kali hingga saat ini, kalau boleh saya bilang kurikulumm Indonesia masih berjalan di Tempat artinya tidak berkembang hal bisa dibuktikan dengan data yang menunjukkan pperingkat Indonesia masih berada pada No 62 dari 130 negara yang ada. Hal ini merupakan PR bagi pemerintah bagaimana langkah yang harus dilakukan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Semoga Bermanfaat. Saya Tunggu kritik Dan sarannya. terimah kasih..